Kamis, 24 September 2015

Penentuan Klor



LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS KUANTITATIF
“Penentuan kadar klor aktif dalam bahan pemutih”
Nama   : Hasnindar                                                                    Kelas   : II A
NIM       :TK 135563                                                       Tanggal : 16 oktober 2014
  
Tujuan percobaan           : 
1.       Untuk mengetahui cara pembuatan larutarn Na2S23
2.       Mempelajari metode analisis volumetric titrasi redoks iodo-iodimetri
3.       Menentukan kadar klor aktif (OCL­-) dalam bahan pemutih
Landasan Teori                 :
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan  reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian, oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan ion vanadium(II) .
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi (iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.
1.        Iodimetri
Merupakan titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2) dan digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih kecil daripada sistem iodium-iodida atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah (II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif. Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor) langsung dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan standart.
Reaksinya : Reduktor      → oksidator + e
I2 + 2e         → 2I

2.       Iodometri
Merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara dengan iod yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya :     oksidator + KI      → I2
                I2 + 2 Na2S2O3   → 2NaI + Na2S4O6
Metode titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut reaksi :
I2 + OH-     à          HI + IO-
3IO-             à         IO3- + 2I-
Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-)  sehingga menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri), digunakan suatu larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi reaktifnya adalah ion triiodida (I3). Untuk tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya ditulis dengan I3 dan bukan I2 ,misal :
I3 + 2S2O32  à       3I + SO62
           Reaksi diatas lebih akurat dari pada :
 I2 + 2S2O32     à           2I+SO62
  namun demi kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan I2 bukan dengan I3.

Perbedaan
Iodimetri
Iodometri
Jenis
Langsung
Tidak Langsung
Jumlah
Satu
Dua
Contoh reaksi
I2 + 2Na2S2O4 à 2NaI + Na2S4O6
KIO3 + 5KI + 3H2SO4 à I2- + K2SO4 + 3H2O
Analat
Reduktor lemah
Oksidator
Larutan Baku
Iodium
KIO3 yang direaksikan dengan KI dan menghasilkan iodium



Alat dan Bahan :
ü  Alat        :                                                                              
1.       Bulp                                       6.  Labu ukur                      11. Neraca
2.       Buret asam                         7.  Pengaduk                      12. Pipet skala
3.       Corong                                 8.  Pipet tetes
4.       Erlenmeyer                        9.  Pipet volume
5.       Hot plate                             10. Statif

ü  Bahan   :
1.       Bahan pemutih                 5.  Amilum
2.       KI 10 %                                  6.  H2SO4
3.       K2Cr­47 0,1008 N               7.  HCl PA
4.       Na­2S2O3 0,1001 N              8. Aquadest

Cara Kerja           :
A.      Membuat Larutan Na­2S2O3 0.1 N
1.      Alat dan Bahan disiapkan, dibersihkan lalu keringkan
2.      Ditimbang Na­2S2O3 6,2 gram, dilarutkan dalam labu ukur 200 ml lalu di himpitkan dengan akuades sampai batas mineskus. Di homogenkan
B.      Standarisasi larutan Na­2S2O3 dengan larutan K2Cr­47
1.      Di pipet 20 ml K2Cr­47 kedalam Erlenmeyer, lalu ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 15 ml larytan KI 10 % hingga berwarna kekuningan. Ditambahkan 5 tetes indicator amilum hingga berubah warna menjadi biru kehitaman.
2.      Larutan tersebut di titrasi dengan Na­2S2O3  hingga warna hiram menghilang.
3.      Dicatat volume titar. Titrasi dilakukan secara duplo.
C.      Penetapan kadar klor aktif dalam bahan pemutih
1.       Di tiimbang dengan teliti 1 gram bahan pemutih, dilarutkan dengan akuadest dalam labu ukur 100 ml, dihimpitkan hingga garis mineskus. Lalu di hogenkan.
2.       Di pipet 10 ml bahan pemutih kedalam erlenmeyar, kemudian ditambahkan H­2SO4 4 N sebanyak 5 ml, larutan KI 10 % 5 ml,  8 ml akuadest dan 2 ml amilum.
3.       Ditirasi dengan  larutan Na­2S2O3 hingga warna biru kehitaman menghilang.
4.       Dicatat volume titrasi. Titrasi dilakukansecara duplo.

Data pengamatan            :
1.       Pembuatan larutan Na2S2O3 0,1 N
Bobot Na­2S2O3   = 6,2051 gram
Perhitungan       :
                                g   =  l  X  N  X  Bst
                                     = 0,25  x  0,1  x  248
                                     = 6,2 gr
2.      Standarisasi larutan Na­2S2O3 dengan larutan K2Cr­47
a.       Bobot                            = 0,9879 gram
b.      Bobot                            = 10,0087 gram
c.       Volume titar               = 20,2 ml (simplo); 20,1 ml (duplo)
d.      Perubhan warna dari kehitaman sampai warna biru menghilang
Perhitungan :
K2Cr­47             gram      =  l  x  N  x  Bst
                                        =  0,2  x  0,1  x  49
                                        = 0,98 gram
KI 10%           10 %       =
                        X             =  x 100
                                        = 10 gram
N K2Cr­47    :
                        g  =  l  x  N  x  Bst
        0,9879 gr  =  0,2  x  N  x  49
        0,9876 gr  = 9,8 N
                        N  =
                             =  0,1008 N
a.       Simlpo                                                                  b.  Duplo
V1    .    N1  =  V2  .  N2                                                                   V1    .    N1  =  V2  .  N2              
20,2  . N1  = 20  .  0,1008                                          20,1  . N1  = 20  .  0,1008
20,2  . N1  =  2,016                                                      20,1  . N1  =  2,016
     N1 = 0,0998 N                                                             N1 = 0,1003 N

          =   0,1001 N
3.      Penetapan kadar klor aktif dalam bahan pemutih
a.      Bobot pemutih (kaporit)         = 1,0097 g
b.      Volume titar                            = 0,5 ml (simplo)
= 0,5 ml (duplo)

c.       Perubahan warna biru kehitaman menjadi bening.
Perhitungan                             :                      
ü  Simplo
VClo    .    NClo  =  VClo  .  NClo                                
10 ml  . NClo  = 0,5 . 0,1001 N                         
         10 NClo = 0,0501 N                                    % Clo     =  0,0255  X  100 %
                NClo = 0,005 N                                                     = 2,55 %

ü  Duplo
VClo    .    NClo  =  VClo  .  NClo                                
10 ml  . NClo  = 0,5 . 0,1001 N                         
    10 NClo = 0,0501 N                                 % Clo     =  0,0255  X  100 %
        NClo = 0,005 N                                                     = 2,55 %

ü 
                                               = 0,005 N
ü 
  =  2, 55 %
Reaksi                                   :
CaOCl2    +  H2SO­4                                               CaSO4    +  H2O  +  Cl2
Cl2           +  2 KI                                                    2 KCl  +  I2
I2                    +  2  Na2S2O3                                                          2 NaI  +  Na2S4O6

Pembahasan                      :
                     Pada percobaan ini dilakukan penetapan kadar klor aktif (ClO-) dengan menggunakan metode titrimetri berdasarkan reaksi redoks. Reaksi redoks merupakan reaksi merupakan reaksi yang menyebabkan naik dan turunnya bilangan oksidasi reduksi. Larutan baku yang digunakan adalah larutan Na2S2O3 yang akan direaksikan dengan suatu asam sebagai katalisator. Indikator yang digunakan adalah indikator larutan kanji Titik akhir titrasi ditandai dengan tepat hilangnya endapan biru tua. Sampel yang digunakan pada percobaan ini adalah kaporit.
                     Indikator kanji merupakan indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pada percobaan ini juga digunakan asam sulfat dan asam klorida, sebagai katalisator agar reaksi oksidasi reduksi dapat berjalan lebih cepat.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi salah pengamatan dalam melakukan percobaan ini adalah kanji yang digunakan sudah tidak bagus lagi, karena endapan yang terlihat agak kehitaman.
Kesimpulan                        :
                     Dari data pengamatan dan perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.    Untuk membuat larutan  Na2S2 3  0,1 N dibutuhkan 6,2 Na2S2 3   padatan dalam 200 ml aquadest.
2.    Konsentrasi larutan  Na2S2 3  yang dibuat adalah  0,1001 N
3.    Kadar klor aktif dalam sampel pemutih (kaporit) yang digunakan adalah 2,55 %
Makassar, 15 Desember  2014
        Dosen                                                                                                                           Praktikan

(                            )                                                                                                              Hasnindar




Daftar Pustaka
·         Tim Dosen, 2014. Penuntun Kimia Analisis Kuantitatif. ATIM, Makassar.
·         http://graciez-pharmacy.blogspot.com/2012/11/titrasi-iodo-iodimetri.html (diakses pada tanggal 15 desember 2014)
·         Underwood, A.L., day, RA., (1993), “Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V, Alih Bahasa : R. Soedonro, Erlangga, Surabaya, 302-304
·          Roth, J., Blaschke, G., (1988), “Analisa Farmasi”, UGM Press, Yogyakarta, 271-279.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar