LAPORAN LENGKAP
PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS KUANTITATIF
“Penentuan
kadar klor aktif dalam bahan pemutih”
Nama : Hasnindar Kelas
: II A
NIM :TK 135563 Tanggal
: 16 oktober 2014
Tujuan percobaan :
1.
Untuk mengetahui cara pembuatan larutarn Na2S2O3
2.
Mempelajari metode analisis volumetric titrasi
redoks iodo-iodimetri
3.
Menentukan kadar klor aktif (OCL-)
dalam bahan pemutih
Landasan Teori :
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana terjadi
kenaikan bilangan oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan
bilangan oksidasi. Berarti proses oksidasi disertai hilangnya elektron sedangkan reduksi
memperoleh elektron. Oksidator adalah senyawa di mana atom yang terkandung
mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang
terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi-reduksi harus selalu
berlangsung bersama dan saling menkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator
reduktor mengacu kepada suatu senyawa, tidak kepada atomnya saja.
Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun demikian,
oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang lazim dipakai untuk
penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium(III), ion besi(II), dan
ion vanadium(II) .
Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi
(iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda
penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah
I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi
antara sample dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2
sebagai penitar.
Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang
potensial oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat
tersebut akan teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan
menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri,
dimana digunakan larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat
dioksidasi secara kuantitatif pada titik ekivalennya.
1. Iodimetri
Merupakan
titrasi langsung dengan menggunakan baku iodium (I2) dan digunakan
untuk analisis kuantitatif senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi
lebih kecil daripada
sistem iodium-iodida atau dengan kata
lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat reduktor yang cukup kuat
seperti Vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfide, sulfit, Stibium (III), timah
(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung
pada konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat
yang dapat menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif. Namun, metode
iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri merupakan oksidator
yang lemah. Prinsip penetapannya yaitu apabila zat uji (reduktor) langsung
dititrasi dengan larutan iodium. ( I2 ) sebagai larutan
standart.
Reaksinya
: Reduktor → oksidator + e
I2
+ 2e → 2I
2. Iodometri
Merupakan
titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang
mempunyai oksidasi lebih besar dari sistem iodium-iodida atau senyawa-senyawa
yang bersifat oksidator seperti CuSO4 5H2O. Pada
Iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium iodida
berlebih dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi dengan larutan
baku tiosulfat. Banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran setara
dengan iod
yang dihasilkan dan setara dengan banyaknya sampel. Prinsip penetapannya yaitu
bila zat uji (oksidator) mula-mula direaksikan dengan ion iodida berlebih,
kemudian iodium yang terjadi dititrasi dengan larutan tiosulfat.
Reaksinya
: oksidator + KI → I2
I2 + 2 Na2S2O3 → 2NaI +
Na2S4O6
Metode
titrasi langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan suatu larutan iod
standar. Metode titrasi tak langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan
titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada
metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH larutan lebih
kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan hidroksida (OH-)
menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan ion iodat menurut
reaksi :
I2 + OH- à
HI + IO-
3IO- à
IO3- + 2I-
Sehingga
apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar daripada iodium
akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-)
tapi juga menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga
menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh
karena itu, pada metode iodometri tidak pernah dilakukan dalam larutan basa
kuat.
Dalam kebanyakan titrasi langsung dengan iod (iodimetri),
digunakan suatu larutan iodium dalam kalium iodida dan karena itu spesi
reaktifnya adalah ion triiodida (I3⁻). Untuk
tepatnya semua persamaan yang melibatkan reaksi-reaksi iodium seharusnya
ditulis dengan I3⁻ dan bukan I2 ,misal :
I3⁻ + 2S2O32⁻ à 3I⁻ + S₄O62⁻
Reaksi diatas lebih akurat dari pada :
I2 +
2S2O32⁻ à
2I⁻+S₄O62⁻
namun demi
kesederhanaan untuk selanjutnya penulisan larutan iodium dengan menggunakan I2
bukan dengan I3.
Perbedaan
|
Iodimetri
|
Iodometri
|
Jenis
|
Langsung
|
Tidak Langsung
|
Jumlah
|
Satu
|
Dua
|
Contoh reaksi
|
I2 + 2Na2S2O4
à 2NaI + Na2S4O6
|
KIO3 + 5KI + 3H2SO4
à I2-
+ K2SO4 + 3H2O
|
Analat
|
Reduktor lemah
|
Oksidator
|
Larutan Baku
|
Iodium
|
KIO3 yang direaksikan
dengan KI dan menghasilkan iodium
|
Alat dan Bahan :
ü Alat
:
1.
Bulp 6. Labu ukur 11.
Neraca
2.
Buret asam 7. Pengaduk 12.
Pipet skala
3.
Corong 8. Pipet tetes
4.
Erlenmeyer 9. Pipet volume
5.
Hot plate 10.
Statif
ü Bahan
:
1.
Bahan pemutih 5. Amilum
2.
KI 10 % 6. H2SO4
3.
K2Cr4O7 0,1008
N 7. HCl PA
4.
Na2S2O3 0,1001
N 8. Aquadest
Cara Kerja :
A.
Membuat
Larutan Na2S2O3 0.1 N
1.
Alat dan Bahan
disiapkan, dibersihkan lalu keringkan
2.
Ditimbang Na2S2O3
6,2 gram, dilarutkan dalam labu ukur 200 ml lalu di himpitkan dengan
akuades sampai batas mineskus. Di homogenkan
B. Standarisasi larutan Na2S2O3
dengan larutan K2Cr4O7
1. Di pipet 20 ml K2Cr4O7
kedalam Erlenmeyer, lalu ditambahkan 5 ml HCl pekat dan 15 ml larytan KI
10 % hingga berwarna kekuningan. Ditambahkan 5 tetes indicator amilum hingga
berubah warna menjadi biru kehitaman.
2. Larutan
tersebut di titrasi dengan Na2S2O3 hingga warna hiram menghilang.
3. Dicatat
volume titar. Titrasi dilakukan secara duplo.
C. Penetapan kadar klor aktif dalam bahan pemutih
1.
Di tiimbang dengan teliti 1 gram bahan
pemutih, dilarutkan dengan akuadest dalam labu ukur 100 ml, dihimpitkan hingga
garis mineskus. Lalu di hogenkan.
2.
Di pipet 10 ml bahan pemutih kedalam
erlenmeyar, kemudian ditambahkan H2SO4 4 N
sebanyak 5 ml, larutan KI 10 % 5 ml, 8
ml akuadest dan 2 ml amilum.
3.
Ditirasi dengan
larutan Na2S2O3 hingga warna
biru kehitaman menghilang.
4.
Dicatat volume titrasi. Titrasi dilakukansecara
duplo.
Data
pengamatan :
1. Pembuatan
larutan Na2S2O3 0,1 N
Bobot Na2S2O3
= 6,2051 gram
Perhitungan :
g =
l X N
X Bst
= 0,25
x 0,1 x 248
= 6,2 gr
2.
Standarisasi larutan Na2S2O3
dengan
larutan K2Cr4O7
a. Bobot
= 0,9879 gram
b. Bobot
= 10,0087 gram
c. Volume
titar = 20,2 ml (simplo);
20,1 ml (duplo)
d. Perubhan
warna dari kehitaman sampai warna biru menghilang
Perhitungan
:
K2Cr4O7 gram = l x
N x Bst
= 0,2
x 0,1 x 49
=
0,98 gram
KI 10% 10
% =
X =
x
100
=
10 gram
N K2Cr4O7 :
g =
l x N
x Bst
0,9879
gr =
0,2 x N
x 49
0,9876
gr = 9,8 N
N =
=
0,1008 N
a. Simlpo
b. Duplo
V1 .
N1 = V2
. N2 V1 .
N1 = V2
. N2
20,2 . N1
= 20 . 0,1008 20,1 . N1
= 20 . 0,1008
20,2 . N1
= 2,016 20,1 . N1
= 2,016
N1 = 0,0998 N N1 = 0,1003 N
=
0,1001 N
3.
Penetapan kadar klor aktif dalam bahan pemutih
a.
Bobot pemutih (kaporit) = 1,0097 g
b.
Volume titar =
0,5 ml (simplo)
=
0,5 ml (duplo)
c.
Perubahan warna biru kehitaman menjadi bening.
Perhitungan :
ü Simplo
VClo .
NClo = VClo
. NClo
10 ml
. NClo = 0,5 . 0,1001
N
10 NClo = 0,0501 N %
Clo = 0,0255
X 100 %
NClo
= 0,005 N =
2,55 %
ü Duplo
VClo .
NClo = VClo
. NClo
10 ml
. NClo = 0,5 . 0,1001
N
10 NClo = 0,0501 N % Clo = 0,0255
X 100 %
NClo = 0,005 N =
2,55 %
ü
=
0,005 N
ü
= 2, 55 %
Reaksi :
CaOCl2 + H2SO4 CaSO4 + H2O + Cl2
Cl2 + 2 KI 2
KCl +
I2
I2 + 2 Na2S2O3
2
NaI +
Na2S4O6
Pembahasan :
Pada percobaan ini
dilakukan penetapan kadar klor aktif (ClO-) dengan menggunakan
metode titrimetri berdasarkan reaksi redoks. Reaksi redoks merupakan reaksi
merupakan reaksi yang menyebabkan naik dan turunnya bilangan oksidasi reduksi.
Larutan baku yang digunakan adalah larutan Na2S2O3
yang akan direaksikan dengan suatu asam sebagai katalisator. Indikator yang
digunakan adalah indikator larutan kanji Titik akhir titrasi ditandai dengan
tepat hilangnya endapan biru tua. Sampel yang digunakan pada percobaan ini
adalah kaporit.
Indikator kanji merupakan
indikator yang sangat lazim digunakan, namun indikator kanji yang digunakan
harus selalu dalam keadaan segar dan baru karena larutan kanji mudah terurai
oleh bakteri sehingga untuk membuat larutan indikator yang tahan lama hendaknya
dilakukan sterilisasi atau penambahan suatu pengawet. Pada percobaan ini juga
digunakan asam sulfat dan asam klorida, sebagai katalisator agar reaksi
oksidasi reduksi dapat berjalan lebih cepat.
Salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi salah
pengamatan dalam melakukan percobaan ini adalah kanji yang digunakan sudah
tidak bagus lagi, karena endapan yang terlihat agak kehitaman.
Kesimpulan :
Dari data pengamatan dan
perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Untuk membuat larutan Na2S2 O3 0,1 N dibutuhkan 6,2 Na2S2 O3
padatan dalam 200 ml aquadest.
2.
Konsentrasi larutan Na2S2 O3 yang dibuat adalah 0,1001 N
3.
Kadar klor aktif dalam sampel pemutih
(kaporit) yang digunakan adalah 2,55 %
Makassar,
15 Desember 2014
Dosen Praktikan
( ) Hasnindar
Daftar Pustaka
·
Tim Dosen, 2014. Penuntun Kimia Analisis Kuantitatif. ATIM, Makassar.
·
http://graciez-pharmacy.blogspot.com/2012/11/titrasi-iodo-iodimetri.html
(diakses pada tanggal 15 desember 2014)
·
Underwood,
A.L., day, RA., (1993), “Analisa Kimia Kuantitatif”, Edisi V, Alih Bahasa : R.
Soedonro, Erlangga, Surabaya, 302-304
·
Roth, J., Blaschke, G., (1988), “Analisa
Farmasi”, UGM Press, Yogyakarta, 271-279.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar